AMBON,AT-Ketidakjelasan serta lambannya penanganan kasus korupsi Danah Hibah Pemelihan Kepala Daerah (Pilkada) Bupati dan wakil Bupati Kepulauan Aru Tahun 2020 pada KPU setempat, patut dipertanyakan.
Dimana dikasus ini sudah ditetapkan lima orang tersangka, yakni Ketua KPU Kepulauan Aru dan Empat komisioner lainya. Namun, sampai saat ini, masih diberikan kesempatan bebas menghirup udara segar dan menjalankan tugas dan fungsi mereka sebagai penyelenggara pemilu.
Menyangkut ini Polda Maluku, lewat Kabida Humas, Kombes Pol. Mohammad Roem Ohoirat, konfirmasi terkait perkembangan penangan penyidikan kasus tersebut enggan berkomentar. Roem, bahkan menyarankan agar dikonfirmasi langsung dengan pihak Polres Kepulauan Aru.
Begitu pula, AKBP Dwi Bachtiar Rivai, Kapolres Kepulauan Aru, juga sama dikonfirmasi tidak memrespons. Dihubungi berulang kali lewat telepone, bahkan pesan WhatsApp juga tidak merespon.
Ketidak transparan dalam penyidikan kasus ini, menandakan Polda Maluku, lewat Polres Kepulauan Aru tidak serius dalam menuntaskan kasus tersebutkan. Bahkan, dinilai menjadi cerminan buruknya penegakan hukum dalam memberantas korupsi, terkusus di Maluku.
"Potensi kasus ini kalau didiamkan, kuatirnya masuk angin, seharusnya proses penegakan hukum harus cepat, biar berkepastian hukum. Apalgi ini kan menyangkut masalah korupsi, kan tidak baik bagi contoh anti korupsi," ujar Nasaruddin Umar, Dr Hukum IAIN Ambon.
Nasaruddin bahkan mencontohkan, bisa dilihat bagaimana KPK menangani sebuah perkara korupsi.
"Coba kita lihat cara KPK, setelah ditetapkan tersangka langsung ditahan langsung diproses. Karena ini menyangkut persoalan keadilan publik tercederai kalau kasus itu tidak diproses," katanya.
Nasaruddin bahkan menyangkan, ketidak transparan dalam penanganan perkara korupsi yang terjadi di KPU Kabupaten Kepulauan Aru.
"Sangat disayangkan ya, penegakan hukum di Maluku seperti itu. Seharusnya, korupsi ini menjadi musuh bersama, sehingga kemudian profesonaslisme penegakan hukum kan sangat dituntut," katanya.
Baginya, dalam kasus ini tidak boleh ada alasan tahapan Pemilu 2024 sedang berjalan. Dimana, kata Dia, Undang-undang juga memberikan peluang antiasipasi, ketika dalam kondisi tertentu. Misalnya, seseorang atau komisioner KPU Kepulauan Aru yang bermasalah saat ini bisa di ganti atau di PAW (Pergantian Antar Waktu).
"Harus ada gantinya, Undang-Undang meberikan solusi seperti itu, kalau misalnya seorang anggota KPU berhalangan sementara atau tetap, menurut saya seperi itu, cukup disayangkan lah kalau terlalu lama proses penanganannya," katanya lagi.
Kemudian, lanjut dia, dari sisi keadilan publik tercedarai, karena publik menanti satu proses hukum yang cepat dan profesional, kredibel.
"Kemudian ini juga menyangkukut etika jabatan. Ada mekanismenya, kan ada alternatifnya. Misalnya, orang dari nomor urut dibawahnya untuk menggantikan. Kalau seperti ini kan patut kita pertanyakan, kok dalam kasus ini tidak menjadi atensi padahal kalau mau dibilang ini kasus-kasus luar biasa yang harus diberikan kepastian hukum," demikian Nasaruddin.(ERM).
Dapatkan sekarang