AMBON,AT-Sebanyak Puluhan kepala sekolah (Kepsek) se-Kabupaten Maluku Tengah dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler yang melibatkan mantan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Askam Tuasikal, yang berlangsung di Pengadilan Negeri Ambon, akhir pekan kemarin.
Ada 20 orang saksi yang hadirkan dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua, Haris Tewa itu, merupakan kepala sekolah SD, SMP dan SMA/SMK itu terdiri dari 6 orang kepsek dari kota Masohi, 5 orang dari Kecamatan Leihitu Barat, 4 orang dari kecamatan Leihitu, 4 orang dari kecamatan Salahutu dan 1 orang dari kecamatan Banda Neira.
Para Kepsek tersebut beberkan proses registrasi dokumen pencarian Dana BOS reguler dan sosialisasi pengadaan sampul raport yang melibatkan mantan Kadis Askam Tuasikal, Mantan Manager Dana BOS, Oktovianus Noya dan Komisaris PT. Ambon Jaya Perdana, Munaidi Yasin.
Menurut pengakuan para saksi, proses pencairan dana BOS mereka lebih dulu menyusun Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS), lalu dibawa ke dinas selanjutnya terdakwa Askam Tuasikal selaku Kadis mengesahkan RKAS tersebut. Setelah itu para kepsek Kemudian diarahkan untuk melapor ke Manager dana BOS di Dinas untuk mengeluarkan rekomendasi pencairan.
Mereka juga mengaku usai dilakukan pencairan, sebagai upacapam terima kasih kepada pengurus dekumen di Dinas Pendidikan. Masing-masing dari kepala sekolah tersebut memberikan uang. Ada yang memeri Rp 100.000 ada yang memberi Rp 50.000 terdakwa Oktovianus Noya.
"Usai pencairan, kami kembali membawa rekening koran ke Dinas sebagai bukti penceiran. Kami juga memberikan Rp 100.000, ada juga yang Rp 50.000 sebagai ucapan terimakasih," akui saksi.
Tidak hanya itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan juga meminta para Kepsek untuk membeli Laporan Pendidikan siswa dengan harga Rp 80 ribu, padahal dalam pentunjuk teknis (Juknis) penggunaan dana BOS tidak pernah ada item anggaran pembelian Laporan Pendidikan Siswa.
Para saksi mengaku, item pengadaan Laporan Pendidikan itu tidak pernah disampaikan kepada para Kepsek, nantinya saat proses pencairan dana BOS tahap III barulah mereka diarahkan untuk menyetor dana pembelian Laporan Pendidikan tersebut.
"Kami juga tidak tahu, nanti proses pencairan ketiga baru kami diarahkan untuk setor uang laporan pendidikan," terang para saksi.
Diberitakan sebelumnya, kasus penyalahgunaan Dana BOS yang melibatkan mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maluku Tengah Askam Tuasikal bersama dua rekannya telah menjalani proses persidangan di pengadilan negeri ambon.
Selain Askam Tuasikal, juga dua rekannya Oktovianus Noya selaku Manajer Tim Manajemen BOS, dan Munaidi Yasin yang merupakan Pemilik PT Ambon Jaya Perdana secara bersama-sama melakukan tindak pidan korupsi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai miliaran rupiah.
JPU dalam dakwaannya menyebutkan pengelolaan Dana BOS di dua kegiatan pada tahun anggaran 2020-2021. Yakni BOS afirmasi dan BOS kinerja. Bahkan ada yang fiktif.
Dijelaskannya Berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, di tahun 2020 Dana BOS Reguler untuk Maluku Tengah sebesar Rp 60.562.750.000, Dana BOS Kinerja sebesar Rp.1.680.000.000, yang diberikan untuk 28 sekolah dan Dana Bos Afirmasi Rp 3,6 Miliar untuk 60 Sekolah.
Sementara tahun 2021 dengan rincian Dana BOS Reguler Rp.70.266.801.000, BOS Kinerja sebesar Rp.980 juta diberikan untuk 12 dan Dana BOS Afirmasi Rp 1 Miliar untuk 25 sekolah. Sedangkan untuk tahun 2022, Dana BOS Reguler sebesar Rp.67.570.382.507 untuk 528 sekolah; Dana BOS Kinerja sebesar Rp.3.190.000.000 untuk 30 SD dan 11 SMP.
Awalnya, Munaidi Yasin di Tahun 2020 bertemu Askam Tuasikal yang juga merupkan Penanggung Jawab Tim Manajemen dana BOS Malteng dengan terdakwa Noya untuk menawarkan pengadaan buku dari anggaran Dana BOS dan alat Peraga dari Dana DAK tahun 2020. Terdakwa Noya kemudian menyuruh terdakwa Yasin bertemu saksi Fritz Sopacua selaku Anggota (Operator) Tim Manajemen BOS Kabupaten Malteng Operator untuk pelaksanaan pendataan, pemesanan serta penjualan buku-buku dari PT. Ambon Jaya Perdana kepada Sekolah-sekolah penerima Dana BOS.
Untuk anggaran Dana BOS Kinerja dan Dana BOS Afirmasi tahun 2020 terdakwa Tuasikal dan Noya tidak melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada para Kepala Sekolah Penerima Dana BOS Afirmasi dan Dana BOS Kinerja. Bahkan, tanpa melalui tahapan penyusunan Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS) yang seharusnya dibuat dan disusun oleh Sekolah.
Keduanya menetapkan kegiatan belanja dari Dana BOS Kinerja dan Dana BOS Afirmasi yang diterima oleh masing-masing sekolah sebesar Rp.60 juta untuk 3 kegiatan belanja yaitu : Belanja Covid sebesar Rp.20 juta; Belanja Internet Satelit sebesar Rp.20 juta dan Multimedia Rp 20 Juta.
Tidak hanya itu ke duanya juga menentukan pihak yang akan melakukan pengadaan ketiga kegiatan belanja tersebut yakni : PT. Intan Pariwara, untuk pengadaan Belanja Multimedia yang merupakan kenalan dari Terdakwa Tuasikal dan Noya Serta PT. Ambon Jaya Perdana, milik terdakwa Yasin.
Keduanya kemudian menyuruh saksi Frits untuk menyampaikan kepada para kepala sekolah penerima Dana BOS Afirmasi dan Kinerja tahun 2020 serta melakukan pemesanan bagi sekolah-sekolah untuk belanja COVID dan Belanja Internet Satelit langsung ke PT. Ambon Jaya Perdana.
Sedangkan untuk Belanja Multimedia dilakukan pemesanan oleh pihak PT. Intan Pariwara. Pengurusan dana BOS seharusnya melalui akun DAPODIK sekolah. Namun karena PT. Intan Pariwara bukan merupakan perusahaan yang terdaftar dalam SIPLah sebagai perusahaan yang menjual barang Multimedia sehingga pemesanan dilakukan melalui PT. Sentra Kriya Edukasi yang merupakan anak perusahaan PT. Intan Pariwara serta PT. Afirmasi Indonesia Online yang merupakan Mitra dari PT. Intan Pariwara.
“Bahwa perbuatan Terdakwa Tuasikal bersama dengan Noya dan Fritzs Lukas Sopacua dengan sepengetahuan Munnaidi YasiN, dalam proses pengadaan belanja Covid, Belanja Internet Satelit dan Belanja Multimedia yang dilakukan tanpa melalui mekanisme yang harusnya dilaksanakan oleh sekolah yaitu adanya pembuatan Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS) sesuai dengan prioritas kebutuhan sekolah, adanya pemilihan penyedia oleh sekolah serta adanya perjanjian atau SPK antara sekolah dengan Penyedia serta proses pembayaran yang dilakukan ke rekening yang tidak berhak menerima pembayaran karena bukanlah rekening yang ditentukan dalam SIPLah,” Jelas JPU
Lebih lanjut dijelaskan, dari total belanja Covid, Belanja Internet Satelit serta belanja Multimedia sesuai dengan pesanan dan dibayarkan 100 persen. Namun, terdapat kegiatan belanja berupa Internet Satelit yang tidak diadakan dan dilakukan pemasangan oleh Munnaidi Yasin.
“Bahwa dengan adanya pembayaran yang telah diterima oleh Munaidi Yasin sebesar Rp.780 juta. Namun Internet Satelit tidak diadakan sehingga telah memperkaya Munnaidi Yasin senilai pembayaran tersebut,” ungkap JPU.
Tak sampai disitu, perbuatan ini juga berlanjut untuk anggaran 2021 dan 2022 dimana belanja Multimedia tersebut tidak pernah diadakan oleh terdakwa Munnaidi Yasin.“Bahwa proses pengadaan barang / belanja Multimedia yang dilakukan tanpa melalui mekanisme yang harusnya dilaksanakan oleh sekolah yaitu adanya pembuatan Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS) sesuai dengan prioritas kebutuhan sekolah, adanya pemilihan penyedia oleh sekolah serta adanya perjanjian atau SPK antara sekolah dengan Penyedia serta proses pembayaran yang dilakukan ke rekening yang tidak berhak menerima pembayaran karena bukan merupakan rekening yang ditentukan dalam SIPLah.,” tambah JPU.
Selain itu, di Tahun 2021 ada penetapan nomenklatur untuk SD dan SMP se Malteng, maka diwajibkan untuk melakukan pergantian Sampul Rapor (Laporan Pendidikan) untuk seluruh siswa sesuai dengan Nomenklatur Baru. Untuk pengadaan sampul rapor yang juga merupakan item kegiatan belanja dari dana BOS Reguler yang setiap tahunnya dianggarkan dalam RKAS sekolah sesuai dengan kebutuhan jumlah siswa baru.
Selanjutnya, sekitar bulan November 2021, melalui saksi M. Shaleh djokdja, terdakwa mendapat perusahaan untuk pemesanan sampul rapor dengan harga yang disepakati sebesar Rp.28 ribu per buah. Demi mendapatkan keuntungan dari proses pengadaan sampul rapor tersebut, Terdakwa Tuasikal dan Noya menetapkan harga ke sekolah-sekolah sebesar Rp.85 ribu. Dengan kesepakatan Rp 70 ribu ke terdakwa tuasikal dan Rp 15 ribu ke terdakwa Noya.
Lagi-lagi keduanya menghubungi terdakwa yasin untuk meminjam perusahaan untuk mengadakan pengadaan rapor. Jumlah sekolah yang melakukan pemesanan sampul raport sebanyak 396 sekolah, namun khusus untuk sekolah-sekolah di Kecamatan Leihitu, harga sampul rapor yang diberikan sebesar Rp.70 ribu yang pembayarannya dilakukan melalui Baharuddin Jamalu selaku Koordinator Wilayah.
Tetapi setelah dilakukan pembayaran, terdakwa Noya meminta penambahan pembayaran dari masing-masing sekolah sebesar Rp.5 Ribu per buah.
“Bahwa total nilai pembayaran yang diterima oleh oktovianus noya bersama fritzs lukas sopacua dari 396 sekolah sebesar Rp.3.569.675.000 untuk pemesanan 42.569 buah,” tambah JPU.
Selanjutnya dari Rp 3 Miliar tersebut, terdakwa Noya dan Fritz memberikan terdakwa tuasikal Rp.2.979.830.000, untuk pemesanan sampul rapor sebanyak 42.569 buah dengan harga cetak Rp.70.000 per buah. Sedangkan sisanya sebesar Rp.589.845.000 dikuasai oleh Oktovianus Noya.
Akibat perbuatan para terdakwa mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara dalam pengelolaan Dana BOS Afirmasi dan Dana BOS Kinerja tahun 2020 dan tahun 2021. Serta pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler tahun 2021 dan tahun 2022 pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah sebesar Rp. 3.993.294.179,94.
"Sehingga atas perbuatan itu, ke tiga terdakwa disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) sebagaimana diubah dan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara" tegas JPU. (YUS)
Dapatkan sekarang