AMBON,AT-Dua tahun lamanya kasus penyalahgunaan dana Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua tanpa kepastian hukum. Betapa tidak, hingga saat ini kasus ini belum diketahui hasil audit kerugian keuangan negara. Ironisnya, hingga saat ini perhitungan kerugian keuangan Negara kasus ini belum juga dituntaskan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Lamanya penanganan kasus ini menuai tanggapan dari sejumlah kalangan. Baik para aktivis, praktisi, maupun Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) meragukan langkah Kejati Maluku yang telah melibatkan Inspektorat Provinsi Maluku sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam mengaudit dana miliaran yang mengalir ke KONI Maluku dinilai sebagai langkah yang tidak tepat.
Koordinator Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Maluku, Jan Sariwating kepada media ini meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut kasus tersebut. Pasalnya, langkah penegakkan hukum yang dilakukan baik oleh Inspektorat Maluku maupun lembaga Adhiyaksa itu diduga sudah masuk angin.
“Saya minta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi agar dapat mengusut tuntas kasus Koni Maluku. Saya menduga kasus ini akan dihentikan. Masa sih kasus audit korupsi Jalan Inamosol secepat itu dapat dituntaskan, kenapa kasus Koni tidak bisa. Ada apa dengan Inpektorat Maluku?,“ pinta Sariwating.
Sariwating menilai penegakkan hukum terhadap kasus tersebut sudah berlarut – larut tanpa kepastian hukum. Mestinya kata dia, atas keterlambatan audit kasus tersebut seharusnya Kejaksaan Tinggi Maluku mengambil langkah strategis untuk meminta Lembaga Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk melakukan audit kasus itu sehingga bisa diketahui secara jelas kemana aliran dana.
“Dua tahun bukan waktu yang lama. Kok auditnya belum kelar?. Saya minta kepada Jaksa agar meminta lembaga audit lain untuk melakukan perhitungan negara terhadap kasus tersebut,“ ujarnya.
Menurutnya, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 mengenai Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) memberikan definisi hibah sebagai pemberian uang atau barang atau jasa dari pemerintah daerah, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan.
Olehnya itu, lanjut dia, secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah.
“Peruntukan anggaran ini harus dimintai pertanggungjawabannya karena aliran dana yang mengalir dalam kasus ini cukup fantastis, “ katanya.
Sementara itu, Kasi Penkum dan Humas kejati Maluku, Wahyudi Kareba yang dikonfirmasi menjelaskan, kasus tersebut kini masih dalam pendalaman tim penyelidik Kejaksaan Tinggi Maluku.
“Tim masih melakukan pendalaman kasus tersebut, “ ucap Kareba.
Disingung mengenai apakah tidak ada lembaga audit lain untuk melakukan perhitungan kerugian negara, ia mengaku bahwa semua lembaga audit baik Inspektorat, BPK dan BPK RI semuanya sama tufoksinya.
"Semua lembaga auditor itu sama saja. Saat ini kasusnya masih dalam proses audit oleh Inspektorat Maluku sehingga lembaga audit lainnya tidak mungkin melakukan audit. Ikuti saja penyelidikan kasusnya, jika sudah ada progress perkembangan terbaru akan kami sampaikan kepada teman–teman,“ demikian Kareba. (AKS)
Dapatkan sekarang