AMBON, AT-Praktisi Hukum Imanuel Cristo Masela, memberikan apresiasi kepada kejaksaan Tinggi Maluku yang membidik dana hibah PON XX Papua yang mengalir ke KONI Maluku. Namun, dia meminta agar kejaksaan tinggi Maluku untuk jangan mau dintervensi dan harus menuntaskan kasus dugaan korupsi belasan miliar tersebut.
Menyikapi, langkah kejaksaan yang saat ini menggandeng inspektorat provinsi Maluku, untuk mengaudit anggaran tersebut. Crtisto mengkhawatirkan jika nanti prosesnya dipelintir ke tingkat administrasi saja.
“Jika memang sudah ada bocoran terkait masalah penyalahgunaan anggaran miliaran rupiah itu. Maka, kejaksaan harus bersikap tegas, jangan mau di intervensi oleh pihak-pihak yang besar kemungkinan, kuat dugaan mereka juga terlibat dalam masalah ini" ujar, Praktisi Hukum, Imanuel Cristo Masela kepada media ini, kemarin.
Menurutnya, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 mengenai Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah memberikan definisi Hibah sebagai pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah, perusahaan
daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan.
Sehingga kata Cristo, secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah. Maka, sudah tentu dan harus meminta pertanggungjawaban sebab nilai dana yang mengalir pada ifen tersebut cukup fantastis.
Pengacara muda itu meminta jaksa tidak boleh diam karena anggaran dana hibah sangatlah besar, sehingga harus segera melakukan tindakan hukum berupa penyelidikan dan penyidikan.
"Jaksa harus punya perhatian khusus terhadap kasus ini, jangan diam seakan tidak terjadi apa-apa. Jika indikasinya menguat maka Pihak Kejati Maluku diminta serius usut tuntas Kasus Dugaan Penyalahgunaan Anggaran Dana Hibah di KONI Maluku. Sebab ada dugaan anggaran demikian besar tetapi pelaksanaannya tak maksimal,” tuturnya.
Dia mendukung langkah Kejati Maluku yang mengusut penyalahgunaan dana PON Papua oleh Dinas Pemuda dan Olahraga serta KONI Maluku. Namun, kata Cristo, setiap anggaran yang digelontorkan daerah melalui APBD untuk kegiatan apapun harus dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, oleh instansi yang diberikan kewenangan untuk mengelola anggaran tersebut. Konsekuensinya, jika anggaran tersebut kemudian digelontorkan oleh daerah disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu, maka sudah harus diusut oleh jaksa.
Selanjutnya, Kejati Maluku tidak boleh mau diintervensi oleh siapapun dengan tujuan
untuk mendiamkan atau menghentikan proses penyelidikan dan penyidikan kasus penyalahgunaan anggaran KONI tersebut. Kejaksaan dalam mengusut kasus harus tetap menjaga independensi serta profesionalitas, termasuk tidak boleh ada tebang pilih dalam penegakan hukum karena akan berdampak pada ketidakpercayaan publik terhadap institusi kejaksaan.
Sementara pihak kejaksaan Tinggi Maluku, melalui Kepala seksi penerangan hukum dan Humas Wahyudi Kareba, saat dikonfirmasi koran ini diruang kerjanya Kamis kemarin, mengatakan, bahwa dirinya belum bisa memberkan penjelasan lebih datil dikarenakan belum mengecek langsung infonya ke bagian Intelejen kejaksaan.
"Saya belum konfirmasi ke tim, nanti kalau sudah saya kabari" singkatnya.
Diberitakan sebelumnya, sikap kejaksaan tinggi Maluku yang dinilai tidak serius tangani kasus ini, menyita banyak perhatian berbagai kalangan. Baik, aktivis, akademisi maupun praktisi hukum.
Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Ambon, Marwan Titahelu, desak kejaksaan Tinggi Maluku tuntaskan, penyelidikan kasus dugaan korupsi penyalahgunaan belasan miliar Dana Pekan olahraga Nasional (PON) di Provinsi Papua yang mengalir ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Maluku.
Pasalnya, sampai saat ini kejaksaan tinggi Maluku belum memberikan kejelasan Terkait hasil audit inspektorat provinsi Maluku melalui Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP). Kejaksaan dinilai tidak serius dan profesional dalam menangani kasus tersebut.
"Sampai sekarang belum ada kejelasan apapun dari pihak kejaksaan soal hasil audit APIP itu. Ini membuktikan, kalau kejaksaan tidak serius dan terkesan menutupi prosesnya penyelidikan" kata, Aktivis PMII Cabang Ambon, Marwan Titahelu, Selasa (13/6) lalu.
Menurutnya, langkah kejaksaan menggandeng Inspektorat untuk menghitung kerugian negara kasus KONI Maluku ini merupakan langkah keliru dan kurang tepat. Hal itu, dikarenakan, APIP ini merupakan sarana pemerintah provinsi yang tentu kapan saja bisa diintervensi.
Selanjutnya, kejaksaan harusnya bisa melihat itu sebagai upaya preventif dalam penanganan perkara. Selain itu, jika pihak kejaksaan serius dan bersungguh-sungguh ingin membongkar tindak kejahatan korupsi. Tentu bisa gunakan lembaga lain untuk mengaudit kerugian negara di kasus ini. Jelasnya.
"Jika penangananya seperti ini, saya bisa pastikan kalau nanti kasus ini akan berakhir dengan Restoratif Justice, seperti contoh kasus DPRD Kota Ambon tahun lalu" sebutnya.
Marwan menambahkan, jika kejaksaan tinggi Maluku tidak bisa menggunakan lembaga lain yang lebih independen untuk mengaudit kasus ini, seperti BPKP sudah pasti akan menimbulkan kecurigaan berbagai kalangan dan masyarakat.
"Kami tetap apresiasi kejaksaan dalam mengusut berbagai kasus korupsi di Maluku. Akan tetapi, dalam kasus ini semoga kejaksaan tidak berat sebelah, bekerja ikhlas, sungguh dan profesional dalam mengusut kasus KONI ini hingga tuntas" harap Marwan.
Diberitakan, pihak kejaksaan Tinggi Maluku, melalui Kepala seksi Penerangan Hukum dan Humas, Wahyudi Kareba, kepada Media ini Senin (12/6) mengatakan, sampai saat ini tim penyidik masih mempelajari laporan tersebut dan masih menunggu hasil APIP Inspektorat Provinsi Maluku.
"Tim masih mendalami laporannya, masih berproses" singkat Kareba.
Disinggung soal pihak-pihak mana saja yang sudah dimintai keterangan, berapa saksi yang sudah dipanggil serta langkah kejaksaan menggunakan pihak BPKP untuk menghitung kerugian negara, Kareba enggan berkomentar.
Akademi hukum universitas Pattimura Reimon Supusepa, meragukan audit yang dilakukan Inspektorat Provinsi Maluku, dalam membongkar Penyalahgunaan Dana Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua. Langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku yang melibatkan inspektorat sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam mengaudit Penyalahgunaan Dana PON Papua yang mengalir
ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Maluku, dinilai sebagai langkah yang tidak tepat.
Reimon menjelaskan, secara aturan memang dibolehkan kejaksaan atau kepolisian menggandeng APIP guna mengaudit penyalahgunaan anggaran daerah, tetapi akan menimbulkan keraguan dari masyarakat kalau kasus dugaan
korupsi ini akan dibuka secara objektif.
APIP kata Reimon, merupakan organ dari jajaran pemerintah Provinsi Maluku, karenanya sangat diragukan ebjektivitasnya dalam memberikan hasil audit yang sesuai dengan fakta yang ditakutkan adanya intervensi yang membuat APIP tidak leluasa mengeluarkan rekomendasi.
“Selaku Akademisi, saya ragu. Sebab, APIP itu kan bagian dari pemerintah. Saya pesimis kalau APIP akan bersikap objektif, jangan sampai justru ada tekanan dari internal sendiri" ujar, Akademisi Reimon Supusepa, kepada Ambon Ekspres, Senin kemarin.
Menurutnya untuk menjaga objektifitas hasil audit sebaiknya, Kejaksaan Tinggi Maluku menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Maluku untuk melakukan audit terhadap kerugian negara dari penyalahgunaan dana PON tersebut. Selain bebas dari intervensi, BPKP Maluku telah terbukti dalam mengungkapkan kerugian negara sehingga hasil audit dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum maupun secara moral kepada masyarakat. Jelasnya.
Selanjutnya jika Kejati menggandeng APIP maka indikasi kasus dugaan penyalahgunaan dana hibah PON ini kemungkinan besar akan digiring sampai ke proses pelanggaran administratif saja, sedangkan pelanggaran pidana dikesampingkan.
“Justru harus melalui BPKP agar dalam laporan audit jika tidak ditemukan kerugian negara maka dapat dihentikan penyidikan,
sebab patut dicurigai karena anggaran cukup besar tetapi tidak linear dengan prestasi yang dicapai di PON Papua, apalagi kemarin meninggalkan kesan buruk dengan pelayanan yang tidak baik. Itu saja sudah ada indikasi kebocoran anggaran,” cetusnya.
Diketahui anggaran dana hibah dari Dispora Maluku ke KONI Maluku tahun 2021 sebesar Rp17,240 miliar. Dana hibah tersebut mencuat lantaran diduga penggunaan dana tersebut tidak dipertanggungjawabkan dengan benar sebagaimana peruntukannya.
Anggaran tersebut diketahui dikucurkan pada masa kepemimpinan Tonny Pariela untuk mendukung pelaksanaan Pemusatan Latihan Daerah (Pelatda) dan mengikuti PON ke XX di Provinsi Papua.
Kasus itu sendiri mencuat setelah menjadi temuan hasil pemeriksaan pendahuluan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Maluku pada akhir tahun 2021. (YS)
Dapatkan sekarang