AMBON, AT-Perebutan kursi DPR Republik Indonesia daerah pemilihan Maluku terasa berbeda dari pemilu sebelumnya. Selain banyak tokoh yang maju, ada pula istri Gubernur Maluku sekarang dan anak mantan gubernur ikut bertarung.
Gubernur Maluku, Murad Ismail mendorong istrinya, Widya Pratiwi Murad maju lewat Partai Amanat Nasional (PAN). Sedangkan Said Dandy Assagaff, anak mantan gubernur Maluku satu periode Said Assagaff, dengan partai Demokrat.
Assagaff dan Murad pernah bertarung pada Pilkada Gubernur Maluku 2018 lalu. Assagaff kalah. Padahal, Assagaff adalah petahana.
Majunya sang istri dan anak, dinilai merupakan "tarung ulang" Murad Ismail (MI) dan Said Assagaff (SA) di Pileg 2024. Dan cukup menjadi perhatian dalam perebutan kursi DPR, karena dua nama besar dibalik Widya dan Dandy yakni Mirad Ismail dan Said Assagaf.
Pengamat politik, Barkah Pattimahu mengataka, Murad dan Assagaff merupakan dua tokoh endorser atas majunya Widya dan Dandy. Siapakah yang paling memiliki peluang lolos dengan sumber daya yang dimiliki?
Menurut Barkah, jika konteksnya lolos ke Senayan maka parameternya memasukan unsur semua calon dari partai masing-masing yakni Demokrat dan PAN. Tidak bicara individu karena akan membias.
"Namun juga menghitung kekuatan ibu Widya dan Dandy itu hal yang berbeda. Dari hitung-hitung kekuatan atau resource, Ibu Widya memiliki skor di atas Dandy," kata Barkah kepada Ambon Ekspres, saat diminta tanggapan soal peluang Widya dan Dandy, kemarin.
Barkah menjelaskan, umumnya seorang calon anggota legislatif harus memiliki modal sosial, politik, dan ekonomi untuk bisa menang. Widya, kata dia, memiliki jam terbang tinggi dengan menjangkau masyarakat sampai ke pelosok dan daerah terjauh.
Hal ini membuat ketokohan Widya semakin kuat. Sejumlah organisasi dipegang Widya sebagai jembatan penghubung beliau dengan masyarakat. Sebut saja Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Provinsi Maluku, duta stunting, majelis taklim, ketua Kwarda Pramuka dan lain sebagainya.
"Hubungan ibu Widya dengan kelompok perempuan juga cukup erat. Sementara Dandy, saya melihat hubungan dengan kelompok masyarakat di Maluku bahkan pemuda tidak sebaik ibu Widya. Jangkauan juga baru sebatas kota Ambon, meski demikian waktu yang ada bisa dimanfaatkan Dandy," paparnya.
Sedangkan modal politik, kata Barkah, terkait dukungan institusi politik dan masyarakat terhadap seorang kontestan. Dari sisi ini, Widya menjadi sentrum dan bisa dibilang ikon PAN.
Citra PAN di Maluku semakin baik dengan kehadiran Widya Pratiwi dan menjadi energi positif bagi PAN. Jaringan partai di level kecamatan dan desa akan menjadikan Widya sebagai titik perhatian
"Berbeda dengan Dandy. Dandi bukan ikon di Demokrat. Dandy juga bukan menjadi pusat atau sentrum karena ada Michael Wattimena atau BMW, ada juga Bob Puttilehalat,"jelas Direktur lembaga survei Sinergi Data Indonesia (SDI) itu.
Sementara modal ekonomi, lanjut dia, terkait modal finansial intuk menggerakan mesin politik dan memuluskan kerja di lapangan. Dalam politik tidak ada makan siang gratis, pameo ini cukup populer sehingga uang menjadi penting.
Menurut Barkah, modal dana yang dimiliki oleh kedua kontestan ini sulit dikuantifikasi. Karena itu, untuk memperkirakan seberapa banyaknya uang, dapat dilihat dari kemampuan mengeluarkan dana politik.
"Dari aspek ini saya kira ibu Widya lebih kuat ya. Apalagi dengan adanya ketegangan dengan PDIP membuat pa MI sebagai mentor politik ibu Widya akan menggunakan resource (sumber daya) yang besar untuk meloloskan ibu Widya ke Senayan. Sementara saya melihat Dandy akan jadi mengambil jalan nothing to lose (tanpa beban). Sehingga effort (upaya) yang akan dikeluarkan penuh perhitungan,"jelasnya.
Terkait basis suara, jika mengacu pada data riset (tanpa menyebut data lembaga), kata Barkah, basis suara Widya sama dengan MI, yakni wilayah Seram, Buru, Maluku Tenggara dan Maluku Tengah.
"Saya belum membaca dan menemukan dimana Dandy akan mendapat suara signifikan atau menjadi basis suara. Hal ini patut dipotret sebagai kompas bagi Dandy,"ungkapnya.
Di sisi lain, persaingan di internal Demokrat mungkin lebih terasa berbeda dengan di PAN. Pasalnya, kompetitor Dandy yakni Michael Wattimena, Jacubus Puttileihalat, dan Nona Sokota tak bisa dianggap remeh.
"Di PAN suasana persingan tidak terlalu terasa. Ibu Widya sebagai "tamu" tidak dinilai sabagai kompetitor tetapi mitra kerja,"katanya.
Dia menambahkan, pengaruh Said Assagaff sebagai mantan gubernur maupun tokoh Maluku tidak sebesar saat masih berkuasa.
"Apalagi setelah tidak menjabat, pa SA meninggalkan Maluku lama sekali sehingga tidak lagi merawat jaringan di bawah. Ditambah loyalis SA saat itu mayoritas simpatisan dan kader partai beringin (Golkar) maka tidak signifikan untuk menambah suara bagi Dandy," pungkasnya.
Pengamat Politik Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon Said Lestaluhu mengatakan, Said Assagaff dan Murad Ismail pernah memimpin partai politik di Maluku. Assagaff mantan Gubernur, sementara Murad gubernur aktif sehingga punya pengalaman dalam meraih suara.
"Hanya untuk merawat jaringan hingga kini masih seperti dulu atau sebaliknya," kata Said, kemarin.
Menurut Said, Dandy harus bekerja keras agar bisa meraup banyak suara. Karena level DPR tidak hanya membutuhkan figuritas tetapi juga mesin partai yang bekerja di tingkat bawah.
Karena itu, seluruh kekuatan atau simpul yang selama dimiliki ayahnya, Said Assagaff, harus dilibatkan. Sebab, Dandy belum terlalu terkenal di Maluku.
Beda lagi dengan Widya Pratiwi, saat ini dengan kapasitas sebagai ketua PKK, cukup gerilya dengan mendatangi hampir seluruh daerah di Maluku. Meski dengan program PKK penurunan dan pencegahan stunting dan lainnya, tetapi disisi lain tingkat keterkenalannya di masyarakat sudah tinggi.
Dan ini sangat muda baginya untuk kerja politik meraih suara ke DPR RI. Belum lagi kekuatan suaminya Murad Ismail, sebagai Gubernur Maluku, yang akan mengeluarkan seluruh kemampuannya.
"Jadi kalau dari sisi ini, Ibu Widya kelihatannya agak lebih ringan dalam meraup suara. Karena selain ada Murad, Widya sendiri sudah cukup dikenal masyarakat dengan berbagai kunjungannya ke hampir semua daerah. Beda dengan Dandy yang harus bekerja keras lagi,"katanya.
Namun, hal lain yang perlu dilihat adalah apakah PAN maupun Demokrat bisa lolos 4 persen di Perlemen Threshold atau tidak.
"Ini masalah. Karena dengan perkembangan saat ini yang makin mendekati pemilu 2024, isu seperti itu terus digaungkan ditingkat pusat,"ujarnya.
Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unpatti itu menambahkan, biasanya seseorang mau terjun ke DPR harus sudah sering ke masyarakat untuk memperkenalkan diri guna mencari popularitas, akseptabilitas, dan elektabilitas.
Selain itu, yang berpeluang lolos harus yang mempunyai logistik maksimal dan jaringan sosial luas.
"Jadi secara jaringan di tingkat bawah, Said Assagaff dan Murad Ismail masih baik. Tetapi kembali kepada sosok figur yang dinilai masyarakat. Apalagi suara pemilih kita di Maluku terbatas. Jadi bagaimana untuk memperebutkan empat kursi DPR-RI, ditambah empat petahana ini agak sulit juga. Karena pertarungannya sangat ketat," pungkasnya.(WHB)
Dapatkan sekarang