AMBON,AT-Puluhan Sopir truk jurusan Namlea dan Namrole Kabupaten Buru Selatan datangi DPRD Maluku. Mereka mengadu sikap Polres Buru yang setiap kali dari Ambon dengan menggunakan armada ferry selalu disweeping saat tiba di pelabuhan Namlea. Padahal truk mereka hanya mengangkut bahan sembako dan material bangunan, bukan bahan berbahaya dan beracun (B3) yang akan dibawa ke gunung botak.
Kedatangan puluhan sopir truk ini di kantor DPRD Selasa kemarin, pukul 09-30 WIT. Mereka dipimpin oleh Ketua Perkumpulan Pengemudi truk Indonesia (PPTI) Provinsi Maluku dan KNPI Maluku, diterima Komisi III DPRD Maluku.
Rapat yang berlangsung pukul 13-30 WIT di ruang Komisi III, dipimpin oleh Hatta Hehanussa, dihadiri Sekretaris Komisi, Raden Ayu Hindun Hasanussy, anggota Anos Yermias dan Irawadi.
Ketua Perkumpulan Pengemudi Truk Indonesia Provinsi Maluku, Andre Aipasa pada kesempatan itu mengatakan, sweeping muatan truk oleh Polres Buru merupakan bagian dari menjalankan tugas untuk mengantisipasi masuknya bahan B3 ke lokasi tambang gunung botak. Namun jika setiap kali ferry tiba truk disweeping tentu memperhambat waktu para sopir, apalagi yang tujuan Namrole Buru Selatan.
Parahnya lagi, sweeping dengan cara membongkar semua barang, itu sangat berlebihan dan menyusahkan para sopir.
"Sweeping yang dilakukan Polres terlalu berlebihan. Kapal ferry dari Ambon tiba di Namlea semua muatan truk diperiksa. Dari puluhan truk ini, ada yang jurusan Namrole Buru Selatan, mereka muat bahan sembako ke daerah itu. Begitu juga untuk Namlea. Ketika sweeping dilakukan, barang yang sudah tersusun rapi awal di bak truk, minta diturunkan untuk diperiksa satu persatu, setelah periksa, barang itu kembali dinaikan ke truk.
"Ini sangat memperlambat waktu perjalanan para sopir. Apalagi yang tujuan Namrole. Belum lagi ada kerusakan barang saat diturunkan atau dinaikan oleh aparat kepolisian ke dalam truk. Pemilik toko komplain ke sopir bahkan diminta ganti. Kalau seperti ini, sopir yang rugi, bukan Polres," sebut Aipasa dihadapan Komisi.
Dijelaskan, jika takut bahan B3, maka sebaiknya tutup saja gunung botak, sehingga para sopir truk bisa dengan leluasa tanpa ada sweeping. Terhadap masalah ini sebut dia, pihaknya akan datangi Polda Maluku untuk disampaikan. Karena sebagai bentuk protes, para supir sudah dua hari melakukan mogok dengan tidak memuat barang ke Namlea dan Namrole.
"Kalau bahan B3 sampai ke pelabuhan namlea, kami menduga pasti Pak Kapolres Buru tahu siapa pemilik barang itu. Tangkap saja pemiliknya, kenapa semua truk harus diikuti sertakan untuk sweeping. Kita bakal datangi Polda sampaikan masalah ini. Para Sopir mereka sudah mogok dua hari tidak muat barang ke Namlea dan Bursel. Yang merasa dampaknya adalah masyarakat disana," sebut Andre.
Sementara itu, Ketua KNPI Maluku, Faisal Syarif Hayoto jelaskan, bahwa pihaknya tetap mendampingi para sopir agar mendapatkan solusi sehingga persoalan ini bisa dicari jalan keluarnya.
"Para sopir mereka dipersulit dengan tindakan sweeping yang dilakukan Polres Buru. Kalau begini terus kasihan para sopir setiap saat mereka perjalanannya merasa tertunda. Kami akan koordinasi dengan Polda untuk bisa menyampaikan ke jajarannya di Polres Buru," sebutnya.
Hayoto pertanyakan mercury atau bahan lainnya yang dibawa ke gunung botak Kabupaten Buru, sebelum ke Namlea, barang tersebut ada dulu di pelabuhan Yos Soedarso Ambon. Selama di Yos Soedarso dimana fungsi pengawasan petugas perhubungan, KP3, Pelindo termasuk aparat keamanan TNI-Polri di pelabuhan.
"Kenapa barang ini, bisa lolos sampai ke Namlea kan lewat pelabuhan Yos Soedarso Ambon, berarti pengawasan disini tidak benar. Sopir yang dikorbankan. Mereka para sopir sudah bertekad kalau masalah ini tidak ada solusi, maka mereka mogok tidak lagi bawa barang sembako ke dua daerah itu," tegas Hayoto.
Tonci Heraha, salah seorang sopir truk
dihadapan komisi mengakui, merasa tidak nyaman dengan tindakan sweeping yang dilakukan Polres Buru. Karena truk yang dibawanya tidak memuat B3, tetapi bahan sembako dan bahan bangunan sesuai pesanan pemilik toko di Namlea.
"Kami memang tidak nyaman dengan tindakan sweeping seperti ini. Kami minta DPRD agar ada langkah tegas. Kami juga minta bisa melihat empat teman kami yang saat ini sedang ditahan Polres Buru," harap dia.
Sopir truk lainnya, Suprayitno juga mengatakan, barang yang dimuatnya semua disuruh diturunkan untuk dilakukan pemeriksaan setelah itu dikasi naik dan akhirnya barang sudah tidak tersusun rapi seperti awalnya.
"Barang kami diturunkan saat sweeping. Kemudian dikasi naik tanpa susun rapi. Akhirnya kedudukan barang yang awalnya tersusun dengan baik sesuai muatan truk kini tidak sesuai lagi. Kami kerja banyak kali. Bahkan saat barang dibongkar ada yang rusak, kami sopir yang disalahkan oleh pemilik toko. Kondisi ini terjadi setiap kali ferry dari Ambon tiba di Namlea. Mau sampai kapan kami seperti ini terus. Kami cape, bosan dengan tindakan Polres Buru" tegas Suprayitno.
Usai mendengar semua penjelasan para sopir, pimpinan rapat Hatta Hehanussa menjelaskan, persoalan yang disampaikan, akan ditindaklanjuti oleh Komisi III, yang nantinya berkoordinasi dengan Komisi I membidangi hukum dan Pemerintahan untuk memanggil pihak Polda Maluku, dan dilakukan rapat bersama dengan dinas Perhubungan, Pelindo untuk menanyakan persoalan pengawasan di pelabuhan Yos Soedarso Ambon seperti apa, dalam mengantisipasi bahan B3 di Kabupaten Buru.
Ini perlu, sehingga bukan sasaran muatan truk yang selalu menjadi korban saat sweeping di Pelabuhan Namlea oleh Polres setempat.
"Pada prinsipnya kami sudah mendengar keluhan para sopir seperti ini. Kami akan tindak lanjut. Soal kepolisian itu kewenangan Komisi I. Pelindo, perhubungan dan lainnya itu kewenangan kami di Komisi III, kami akan undang untuk dilakukan rapat bersama bahas masalah ini. Apakah sweeping itu perintah dari provinsi atau inisiatif Polres, dan bagaimana mekanismenya," sebut Hatta.(WHB)
Dapatkan sekarang