AMBON, AT.--Bukan sekali dugaan pelecehan seksual di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon mencuat ke publik. Tapi, pengusutannya tak pernah tuntas.
Pada 2016 silam, Lembaga Pers Kampus (LPM) Lintas menerbitkan berita terkait dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen terhadap mahasiswi. Kampus membentuk tim investigasi.
Namun hasil pengusutannya tak pernah dibuka. Para terduga pelaku malah diberi jabatan penting di fakultas. Ini menjadi preseden buruk bagi IAIN Ambon dalam mengusut dugaan pelecahan seksual.
Belajar dari pengalaman ini, LPM Lintas enggan memberikan data korban maupun pelaku kepada pihak kampus meski sempat diminta untuk mengusut dugaan kasus serupa dengan korban 32 orang, seperti ditulis Majalah Lintas edisi II (Januari 2022).
“Pengalaman itu membuat Lintas waswas ketika harus memberikan data korban dan terduga ke kampus. Ini menyangkut etika jurnalistik, dan hak korban untuk dilindungi,"kata Pimpinan Redaksi Lintas,
Yolanda Agne menanggapi laporan polisi pimpinan IAIN Ambon terhadap dirinya dan empat rekannya.
Yolanda juga mengtakan, yang dilakukan kampus keliru. Jika kampus serius mau mengusut masalah ini, segera membentuk satuan tugas.
Satgas itu sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, Pasal 23. Setelah satgas terbentuk baru data tersebut diserahkan ke pihak yang berwenang.
"Data itu bukan asal dilempar begitu saja. Ada regulasi, nah pihak kampus harus bekerja sesuai regulasi itu,” katanya.
Dengan meminta data tanpa menyiapkan tim khusus yang bertugas menangani masalah tersebut, Yolanda berujar, persoalan ini tidak akan selesai.
“Kalau cuma minta inisial terduga, beta pikir inisial itu sudah tertulis jelas di majalah,” Yolanda menambahkan. “Atau jangan-jangan enggak baca majalah.”
Selanjutnya, jika kampus tidak segera menerapkan Permendikbudristek Nomor 30, dia bertutur, institusi ini belum sepenuhnya aman dari kekerasan seksual. Permendikbud, katanya, solusi bagi kampus mencegah dan menangani kekerasan seksual. “Jadi bukan hanya kasus di majalah ini. Tapi untuk kasus lain ke depannya,” kata Yolanda.
Polisikan Kru LINTAS
Pimpinan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon mengambil langkah tegas melaporkan Yolanda Agne, Pemimpin Redaksi (Pemred) Tabloid Lintas, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) bersama rekan-rekannya, kepada pihak kepolisian.
Hal ini dilakukan untuk memulihkan nama baik kampus yang telah dilecehkan melalui pemberitaan Tabloid Lintas, Edisi, II Januari 2022. Demikian disampaikan Wakil Rektor I IAIN Ambon, Dr. Ismail Tuanany, M.M, melalui press releasenya, yang diterima media ini, Senin (21/3).
Tuanany mengatakan, dilaporkannya Pemred Tablodi Lintas bersama krunya kepada polisi, agar kekisruan yang sedang terjadi dapat diurai secara jernih, karena kepolisian mempunyai kemampuan untuk mengungkap apa yang tidak bisa diungkap di hadapan pimpinan.
Ia menjelaskan, sebelum pemberitaan Lintas dipublis, Yolanda sudah diminta menyerahkan bukti-bukti oleh Rektor tapi tidak diberikan. Selain itu, Yolanda selaku Pemred, juga, telah dipanggil Wakil Rektor III untuk memberikan klarifikasi. Namun, juga tidak digubrisnya.
Padahal, Rektor memanggilnya sebagai Pelindung. Sementara, Wakil Rektor III berposisi sebagai Pembina dalam struktur UKM LPM Lintas.
Tuanany melanjutkan, sesuai hasil pertemuan seluruh unsur pimpinan kampus, telah sepakat agar Yolanda dan rekan-rekannya dilaporkan ke polisi, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sebab, pendekatan persuasif antara pimpinan kampus dengan Yolanda Cs, sudah dilakukan, namun menemukan jalan buntu.
Pendekatan persuasif dilakukan pimpinan kampus dengannya, guna mendapatkan bukti-bukti yang otentik sesuai isi pemberitaan. Misalnya, inisial para pelaku dan sebagainya. Namun, setelah dilakukan dua kali pertemuan, Yolanda Cs, enggan memberikan data yang diminta oleh pimpinan, minimal data para pelaku, agar diproses lebih lanjut. Sayangnya, upaya itu tidak membuahkan hasil.
Padahal, pertemuan yang digelar Rabu, 16 Maret 2022, Yolanda yang hadir sebagai Pemred, sehari sebelumnya telah berjanji untuk mendatangkan Direktur Lintas, sekaligus menyerahkan data-data yang diminta pimpinan kampus. Hingga akhir pertemuan, Yolanda dan Direktur Lintas, justeru memaksa pihak lembaga membentuk Tim Advokasi yang melibatkan pihak eksternal, tanpa memberikan data yang dijanjikannya.
Selain itu, laporan ini, sekaligus untuk menjawab permintaan Yolanda Cs, agar kasus tersebut dapat diproses secara transparan dan independent. "Kami laporkan di polisi, agar mereka dapat memprosesnya sesuai keahlian mereka, sekaligus untuk menjaga independensi penyelidikannya."
Sementara terkait dugaan tindakan asusila oknum dosen dan pegawai yang diberitakan UKM LPM Lintas, Tuanany menegaskan, semuanya akan dibuktikan oleh kepolisian.
Apabila dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh kepolisian terhadap kru Lintas, dan terungkap data, bahwa pemberitaan Lintas tersebut benar, maka Lembaga akan menjatuhkan sanksi tegas kepada para pelaku. Sebaliknya, apabila tidak benar, maka sanksi akan diberikan kepada para kru Lintas yang sudah mencemarkan nama baik lembaga.
Sesalkan Sikap Kampus
Koordinator Jaringan Masyarakat Sipil Maluku, Lusi Peilouw lewat rilis yang diterima Ambonterkini.id, Senin (21/3) malam, mengatakan, liputan khusus LINTAS yang menguak 32 kasus kekerasan seksual terhadap mahasiwa dan mahasiswi di kampus IAIN Ambon, merupakan sikap berani yang sangat cerdas dan humanis.
Sebagai institusi pendidikan yang tugasnya mencetak generasi terdidik, berkarakter dan humanis, kata Lusi, semestimya pimpinan di IAIN Ambon memberikan penghargaan atas kerja jusnalistik mahasiswa seperti ini.
Sayangnya, pemimpin institusi justru merespon dengan tindakan-tindakan yang arogan, antara lain mempolisikan penanggungjawab penerbitan LINTAS Yolanda Agne, karena dinilai telah melecehkan dan mencemarkan nama baik institusi. Yolanda dan rekan-rekan kemudian didesak untuk memberikan data 32 korban, namun mereka menolak.
"Terhadap hal itu, kami menyatakan penyesalan yang teramat dalam,"tegas Lusi.
Menurut Lusi, menolak memberikan data korban itu adalah sikap yang tepat dan memang seharusnya dilakukan. Selain menjalankan prinsip dan rambu-rambu jurnalistik yang diatur oleh Undang - Undang Pers, para awak Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) LINTAS IAIN Ambon juga menjalankan prinsip dan etika perlindungan terhadap korban.
"Siapa yang bisa menjamin keamanan korban begitu data dibuka kepada pimpinan kampus. Siapa yang bisa menjamin bahwa korban tidak akan diintimidasi. Korban bisa mengalami reviktimisasi dan bahkan mengalami trauma yang baru,"papar dia
Untuk itulah, Jaringan Masyarakat Sipil Maluku mengusulkan langkah-langkah berikut ini bagi pimpinan IAIN Ambon, yakni mencabut laporan polisi terhadap Yolanda Agne. Karena proses hukum itu berpotensi memunculkan reviktimisasi dan trauma baru bagi korban.
Membentuk tim investigasi eksternal yang melibatkan aktivis atau pegiat Hak Asasi Manusia khususnya perlindungan korban kekerasan seksual. Percayakan kepada tim eksternal ini untuk menelaah dan nantinya memberikan rekomendasi yang tepat.
Meminta pimpinan IAIN Ambon tidak lagi mendesak dan meminta data korban untuk dibuka. Terus melakukan hal ini, sama artinya melecehkan suara korban, dan ini sikap yang sangat tidak manusiawi.
Kemudian, membangun mekanisme pemulihan korban dan pencegahan berulangnya lagi kasus. (tab)
Dapatkan sekarang