FR Mangkir, Kapolres : Kita Akan Jemput Paksa
Kapolres SBT, AKBP Agus Joko Nugroho saat memberikan keterangan pers terkait kasus rudapaksa siswi MTs----Jamal/Ameks
FaizalLestaluhu
16 Mar 2023 16:27 WIT

FR Mangkir, Kapolres : Kita Akan Jemput Paksa

 

AMBON,AT-Kepolisian Resor (Polres) Seram Bagian Timur (SBT) sudah telah melayangkan surat pemanggilan kedua terhadap FR, salah seorang  terduga pelaku rudapaksa siswi MTs yang melarikan diri. FR terancam ditangkap secara paksa jika tidak memenuhi panggilan. Hal tersebut disampaikan, AKBP Agus Joko Nugroho, Kapolres SBT,  saat menggelar konferensi pers di Mapolres SBT, Rabu(14/3).

Menurut Agus,  pihaknya telah berkoordinasi dengan orang tua terduga pelaku yang selama ini belum diperiksa.

 "Kemarin sudah kita lakukan pemanggilan yang kedua. Tapi masih mangkir.  Kita akan maksimalkan dalam tempo yang secepatnya agar jangan sampai ada keresahan dari masyarakat," jelasnya.

Agus menegasakan, pemanggilan terhadap FR sudah sesuai dengan pasal 64 huruf (g) Undang-Undang Nomor 35Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

"Kita telah berupaya melakukan pemanggilan dan berkomunkasi dengan orang tuanya supaya bisa dihadirkan ke Polres SBT. Kalau me- mang sudah diingatkan tetapi tidak mengindahkan sebagai upaya terkahir, terpaksa kita melakukan penangkapan. Pemanggilan secara upaya paksa," tegasnya.

Menurut Agus, semua yang terlibat dalam kasus ini adalah anak-anak di bawah umur.

"Kami akan bekerjas secara profesional untuk menuntaskan kasus ini. Jadi, siapa pun yang terlibat dalam kasus ini, kami akan panggil. Ya, kalau masih melawan, maka kami akan jemput secara paksa," kata Agus dengan nada tegas.

JAMINAN ORANG TUA


Berdasarkan hasil penyidikan Polres SBT, enam pelaku rudapaksa seorang siswi MTs di Bula telah diperiksa. Bahkan status para pelaku yang masih siswa SLTA itu telah dinaikkan dari
saksi menjadi anak yang berkonflik dengan hukum (ABH).

Namun, keenam pelaku tersebut belum bisa ditahan, karena belum ada rumah tahanan khusus anak dan juga ada surat pernyataan jaminan dari orang tua sebagai diatur dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
Sedangkan salah satu pelaku berinisial FR diduga telah kabur dari Bula.

Sementara itu, enam terduga pelaku masih berada di Kota Bula tidak ditahan karena belum ada rumah aman atau tempat khusus bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Selain itu, ada jaminan dari orang tua mereka untuk tidak melarikan diri dan tidak mengulangi perbuatannya serta dalam pengawasan ketat orang tua.

" Pada dasarnya yang dilakukan pihaknya tidak lari dari undang-undang maupun prosedural hukum. Kepolisian siap bekerja secara profesional. Saat ini, kasusnya sudah ke tahap satu," tuturnya.

Dirinya juga memastikan, akan terus berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan terkait unsur-unsur yang bisa dikenakan. Ia mengaku akan terus berupaya agar kasus tersebut ditangani secara profesional tanpa memihak.

"Untuk pasal yang dikenakan, seperti telah disampaikan bahwa ini menyangkut anak di bawah umur. Tentunya kita tidak bisa secara gamblang atau terbuka. Yang pasti kami akan terus berkoordinasi dengan kejaksaan," kuncinya.

Penasehat hukum korban, Dihan Sella mengatakan, kliennya belum menda- patkan kepastian hukum atas laporan aduan yang disam- paikan ke Polres SBT sejak 15 Februari 2023 lalu. Pasalnya, salah satu pelaku berinisial
FR belum dimintai keterangan.

Dihan mendesak Polres SBT segera mencari dan me- nangkap FR yang diketahui tidak berada di Kota Bula, ibu kota Kabupaten SBT.


" Untuk itu Polres SBT agar segera memproses laporan tindakan rudapaksa secara profesional guna kepas- tian hukum yang jelas," tegas dia saat menggelar konferensi pers di Kedai Oke Main, Kota Bula, Selasa (14/3).

Sella juga meminta, kasus ini harus menjadi perhatian pengawas eksternal kepolisian, baik Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Perlindun- gan Anak (Komnas Anak), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Ke- polisian Nasional Republik Indonesia (Kompolnas RI) dan Ombudsman.

"Kepada seluruh stakeholder, baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah yang berkepentingan langsung atau tidak langsung dengan isu-isu dan kasus seperti ini agar menjadi perhatian serius," ujarnya.

Sella menegaskan, kasus yang sedang ia tangani tidak ditunggangi oleh kepentingan apapun.

"Sebagai warga negara kami selaku korban meminta kepada negara agar hak kami, adik kami dan klien kami selaku korban mendapatkan pemulihan psikologi. Juga pendidikan dan masa depan korban yang berkelanjutan," kata Sella menutup pembicaraan.(JU).

Dapatkan sekarang

Ambon Terkini, Ringan dan cepat
0 Disukai