Ranperda dan PBB Mendiskreditkan Pengusaha di Ambon

Ekonomi
23 Aug 2023 08:28 WIT

AMBON,AT-Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lain yang merupakan kewenangan pemerintah kota dari sisi pengelolaan sesuai relugasi diduga mendiskreditkan pengusaha di Kota Ambon. Beberapa pasal atau ayat yang tertuang dalam Ranperda yang akan ditetapkan hanya bersifat menjerat para pengusaha tanpa menyentuh pelaksana atau pengelolah pajak dalam hal ini Dinas Pengelolah Pajak dan Retribusi Kota Ambon.

Realitas ini terungkap saat digelar uji publik oleh Pansus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Ambon yang juga mengundang sejumlah pengusaha di Kota Ambon dan sejumlah asosiasi pengusaha. Hal ini disampaikan Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kota Ambon, Stev Palijama saat memberikan keterangan pewarta di Ambon, kemarin. 

Ditekankan, saat diundang oleh Pansus yang membahas terkait Ranperda  sesuai surat nomor 172.5/221/DPRD tahun 2023, yang mana undangan kehadiran sebagai lembaga  dalam konteks uji publik. Menerangkan soal indikasi dari upaya diskriminasi para pengusaha sebagai salah satu pilar ekonomi di Kota Ambon.

Uji publik terkait Ranperda di DPRD Kota Ambon lewat Pansus DPRD terungkap sejumlah persoalan yang jika tidak dikritik atau disterilkan bakal mencekik para pengusaha di Kota Ambon.

"Bagaimana tidak, pada Bab 5 Pasal 96 terkait pemberian keringanan pengurangan dan pembebasan pajak ada sejumlah variabel yang ditetapkan dalam peraturan daerah  bahwa  walikota dapat memberikan keringanan pengurangan kepada wajib pajak, " terang dia. 

Dijelaskan, sebagaimana tertuang dalam Ramperda BAB V  Pemberian keringanan pasal 96. Bahawa pengurangan dan pembebasan   tentang ketentuan wajib dapat memberikan keringanan, pembebasan, dan penundaan pembayaran atas pokok dan/atau pengurangan, sanksi Pajak dan Retribusi sesuai Ramperda  ayat dengan redaksionalnya ,(1) Dilakukan dengan memperhatikan kondisi Wajib Pajak atau Wajib Retribusi dan/atau objek Pajak atau objek Retribusi. (2) Kondisi wajib pajak atau wajib retribusi yang dapat diberikan keringanan, pengurangan, pembebasan, dan penundaan pembayaran, meliputi ney of ear forwad dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, wajib pajak dan retribusi tidak mempunyai harta kekayaan lagi dan wajib pajak dan retribusi dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan dan setelah dilakukan penjualan harta, hasilnya tidak mencukupi untuk melunasi utang pajak dan retribusi, kekhilafan wajib pajak atau wajib retribusi yang bukan karena kesalahannya.

"Nah, kaitan dengan hal itu,  Ranperda yang akan diundangkan sebagai peraturan daerah terkesan mengikat para pegusaha sedangkan  pelaksana pengelola pajak dalam hal Pemerintah Kota Ambon melalui OPD pengelolah pajak dan retribusi atau petugasnya dalam kerja secara kolektif tidak diikat dengan aturan, " katanya. 

"Untuk melakukan uji publik atas Ramperda tetang retribusi dan pajak pengusaha bisa diundang, sehingga dalam uji publik tersebut adalah sejumlah klausal yang tidak bisa diterima, dimana pengusaha justru yang seolah menangung beban sementara pemerintah kota, OPD dan staf pengelolah pajak tidak diikat dengan auran," sambung Palijama.

Dia menegaskan, sesuai pasal yang menerangkan, kondisi objek pajak atau objek retribusi yang dapat diberikan keringanan, pengurangan, pembayaran, meliputi pembebasan dan penundaan dalam keadaan dan selanjutnya, seluruhnya terkesan memberikan keringanan kepada para pelaku usaha atau pengusaha itu hanya bersifat mayor atau kondisi-kondisi yang di luar kemampuan manusia.

"Sayang, fakta di lapangan seringkali pengusaha itu ditekan oleh pihak oleh oknum yang mengatasnamakan  pemerintah dalam hal ini  pelaku penagih pajak atau petugas pajak, " beber dia. 

Palijama  menambahkan, poin untuk dituangkan dalam Perda yaitu pada poin D pasal 96 BAB V,   poin D  ayat 3 dirubah, sehingga  pengurangan pajak dapat berlaku apabila wajib pajak atau wajib retribusi yang bukan karena kesalahannya.

"Pada pasal 96 ayat 3 point itu kami ganti dengan relasionalnya adalah pemberian keringanan pengurangan atau pembebasan pajak terjadi apabila kesalahan yang ditimbulkan oleh petugas pajak dari fungsinya, "ujarnya.

Lebih mengerucut, kata Palijama, kesalahan dari petugas  karena  kelalaian tidak dapat dkenakan sanksi berupa pidana?, sebagai bagian dari isi Ranperda ini. Padahal harus ada  seimbang karena kejahatan terjadi bukan karena hanya wajib pajak yang tidak mau bayar atau lalai membayar tetapi juga bisa karena perbuatan petugas pajak.

"Ada koreksi,  pasal 100 kami menambahkan satu poin yaitu pada  poin ketiga dengan bunyi redasional hukumnya adalah bahwa petugas pajak yang dengan sengaja memalsukan atau memberikan informasi yang tidak benar terkait daftar harga atau kewenangan ketentuan bahkan hak dari wajib pajak maka dipidana diancam pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang atau yang kurang bayar. Ini penting dalam arti petugas pajak pun dapat berhati-hati dalam melakukan pemberian informasi jujur kepada pengusaha, " pungkasnya.(JP)

Explore